Tampilkan postingan dengan label dikti. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label dikti. Tampilkan semua postingan

Rabu, 29 Agustus 2012

Perpustakaan Perguruan Tinggi: terseok-seok mengejar rangking?*)


ABSTRAK
Berita tentang rangking universitas yang marak dipublish di berbagai media menjadi sorotan dan fokus perhatian dunia pendidikan khususnya pimpinan perguruan tinggi dan jajarannya. Berbagai upaya dilakukan perguruan tinggi untuk mencapai rangking yang lebih baik. Selain untuk prestise, rangking universitas juga menjadi modal yang tepat untuk menarik minat mahasiswa baru. Salah satu faktor penentu rangking adalah ketersediaan konten dan sitasi. Ke dua hal ini sangat berkaitan erat dengan perpustakaan. Sayangnya, perpustakaan tidak selalu dilibatkan dalam pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan visi universitas. Perpustakaan seringkali hanya ditempatkan sebagai pelaksana dari sebuah kebijakan di lembaganya. Oleh karena itu perpustakaan perlu memahami apa saja yang dapat mereka lakukan untuk mendukung universitas mencapai rangking yang lebih baik.
Kata kunci: rangking universitas, universitas kelas dunia, world class library.
—————————————————————————–
PENGANTAR
Menjadi universitas kelas dunia.
To be world class university.
To reach world class university.
Kalimat-kalimat di atas atau yang mirip-mirip dengan itu kini mudah sekali dijumpai di halaman-halaman iklan sebuah perguruan tinggi, atau di spanduk-spanduk di lingkungan kampus, atau di billboard yang ada di kota-kota dimana universitas tersebut berada. Kalimat-kalimat itu tidak hanya menjadi visi bagi universitas tapi juga sekaligus motto atau semboyan bagi para sivitas akademikanya.
Di media cetak atau media elektronik, marak pula berita tentang rangking-rangking universitas yang sekarang menjadi incaran para pimpinan universitas. Hiruk pikuk rangking ini tidak hanya melanda pimpinan universitas dan jajarannya, tapi juga para calon mahasiswa baru. Sebelumnya mungkin calon mahasiswa cukup melihat ketersediaan fasilitas, besarnya uang kuliah, nama-nama pakar yang menjadi staf pengajar, dan sistem perkuliahan yang diterapkan di sebuah universitas sebagai pertimbangan memilih tempat menimba ilmu. Kini, rangking universitas menjadi salah satu acuan bagi para calon mahasiswa.
Fenomena rangking universitas ini tak pelak lagi berdampak kemana-mana, sehingga para pimpinan universitas terlihat begitu ’ngotot’ memperjuangkannya. Kenyataannya, semangat meraih rangking ini tidak selalu selaras dengan kebijakan yang ditempuh sebuah universitas. Pimpinan universitas seringkali hanya fokus pada nomor rangking yang ingin dicapai tanpa menganalisis dengan cermat langkah-langkah apa saja yang paling efektif dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, dan unit-unit mana yang paling harus diberdayakan. Di pihak lain, pustakawan pun nampaknya tidak terlalu paham bagaimana mengambil peran dan menempatkan diri dalam mendukung lembaga mencapai visinya. Pustakawan cenderung hanya menunggu komando dari pimpinan universitas, dan ketika komando itu turun pustakawan pun pontang-panting…-)
Artikel ini akan membahas bagaimana Perpustakaan sebagai unit penyimpan dan pengeloa content di universitas memainkan peran sangat dominan dalam pencapaian rangking tersebut.
RANGKING UNIVERSITAS: APA SAJA SIH?
Ada beberapa jenis perangkingan atau sistem pemeringkatan universitas di dunia dan dikelola oleh lembaga-lembaga yang berbeda (informasi lengkap dapat diakses di http://ed.sjtu.edu.cn/rank/2006/ARWU2006Resources.htm). Beberapa pemeringkatan yang jamak terdengar di masyarakat akademis adalah ARWU (Academic Ranking World University), The Times Higher Education Supplement (THES), dan Webometrics. Ke tiga jenis pemeringkatan ini menggunakan rumus atau pola yang berbeda dalam menentukan rangking sebuah universitas. Berikut ini akan kita bahas secara singkat model pemeringkatan ketiga-tiganya.
Academic Rangking of World Universities (ARWU)
Sistem ini dibangun oleh Institute of Higher Education, Shanghai Jiao Tong University (IHE-SJTU), Cina. Konon, ARWU tergolong perangkingan universitas yang cukup dipercaya dan akurat karena teknik serta metodologi yang digunakan diakui oleh dunia akademisi internasional. Produk dari tim ARWU ini menghasilkan study group bernama International Rankings Expert Group serta konferensi bertaraf internasional yang disebut dengan International Conference on World-Class Universities.
Publikasi rangking universitas versi ARWU dimulai pada Juni 2003, dan diperbarui setiap tahun selalu. Pada tahun 2007 mereka melakukan penambahan fitur dengan rangking universitas di lima bidang ilmu (Natural Sciences and Mathematics (SCI), Engineering/Technology and Computer Sciences (ENG), Life and Agriulture Sciences (LIFE), Clinical Medicine and Pharmacy (MED), Social Sciences(SOC) (lihat http://www.arwu.org/aboutARWU.jsp.)
Perhitungan rangking universitas versi ARWU didasarkan pada 6 faktor utama, yaitu: Alumni, Award, HiCi, PUB, TOP, dan Fund. Penjelasan singkat ke 6 faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Alumni: total jumlah alumni yang pernah mendapatkan penghargaan nobel (Nobel Prize) di bidang fisika, kimia, ekonomi dan kedokteran serta meraih Field Medal di bidang matematika. Penghitungan bobot (weight) didasarkan pada kebaruan tahun mendapatkan penghargaan tersebut, sehingga semakin lama tahun penghargaan diperoleh, semakin kecil bobot prosentase nilainya.
2. Award: total jumlah staf saat ini yang mendapatkan penghargaan nobel (Nobel Prize) di bidang fisika, kimia, ekonomi dan kedokteran serta meraih Field Medal di bidang matematika.. Bobot penilaiannya sama dengan Alumni.
3. HiCi: jumlah peneliti (dosen) yang mendapatkan nilai sitasi tinggi (high cited researcher) atau yang penelitiannya banyak dikutip oleh peneliti lain, dalam 20 kategori subyek berdasarkan publikasi resmi dari http://isihighlycited.com.
4. PUB: total jumlah artikel yang diindeks oleh Science Citation Index-Expanded dan Social Science Citation Index (http://www.isiknowledge.com).
5. TOP: prosentase artikel yang dipublikasikan dalam top 20% jurnal internasional dari berbagai bidang ilmu. Penentuan top 20% jurnal adalah berdasarkan nilai impact factors dari Journal Citation Report (http://www.isiknowledge.com).
6. Fund: total jumlah anggaran biaya penelitian dari sebuah universitas. Data didapatkan dari negara dimana universitas berada dan dari institusi-intitusi pemberi dana penelitian.
The Times Higher Education Supplement (THES)
THES bekerjasama dengan QS Top Universities menyajikan informasi rangking universitas yang dikemas dalam bentuk cetak (buku) maupun elektronik (situs web), bagi calon mahasiswa di seluruh dunia yang sedang memilih universitas untuk masa depannya. Pemeringkatan universitas menurut THES menggunakan 4 kriteria utama, yaitu:
1) Kualitas Penelitian (Research Quality) memiliki bobot yang paling tinggi (60%). Ada dua indikator yang dinilai yaitu: hasil peer review dan sitasi per fakultas. Hasil peer review diperoleh dengan cara menyebarkan angket secara online ke 190.000 akademisi dimana mereka diminta menjawab pertanyaan berdasarkan bidang kepakaran mereka, yaitu Arts & Humanities, Engineering & IT, Life Sciences & BioMedicine, Natural Sciences dan Social Sciences. Setelah itu mereka diminta memilih 30 universitas terbaik dari wilayah mereka sesuai dengan bidang kepakaran tersebut. Sedangkan sitasi per fakultas atau citations per faculty dihitung dari jumlah publikasi paper dari peneliti (professor) di univesitas tersebut dan jumlah citation (kutipan) berdasarkan data dari the Essential Science Indicators (ESI).
2) Kesiapan Kerja Lulusan (Graduate Employability) dinilai berdasarkan hasil survei terhadap 375 perekrut tenaga kerja. Bobot penilaiannya adalah 10%.
3) Pandangan Internasional (International Outlook) adalah jumlah fakultas yang menyediakan program internasional dan jumlah mahasiswa yang mengikuti program tersebut. Bobotnya 10%.
4) Kualitas Pengajaran (Teaching Quality) memiliki bobot penilaian sebesar 20% yang dinilai dari indikator rasio jumlah mahasiswa dan fakultasnya (student faculty).
Ke empat kriteria tersebut diuraikan ke dalam berbagai indikator penilaian dimana masing-masing indikator memiliki bobot (weight) yang berbeda. Lengkapnya ada dalam gambar di bawah:
Sumber: http://www.timeshighereducation.co.uk
Webometrics
Berbeda dengan pemeringkatan versi ARWU dan THES, perangkingan ala webometrics didasarkan pada aksesibilitas situs universitas dan publikasi di google scholar. Menurut Romy Satrio, rangking webometrics kebanyakan mengambil faktor “kehidupan” universitas di dunia maya, termasuk aksesibilitas dan visibilitas situs universitas, publikasi elektronik, keterbukaan akses terhadap hasil-hasil penelitian, konektivitas dengan dunia industri dan aktivitas internasionalnya. (http://romisatriawahono.net/2007/09/26/teknik-perangkingan-universitas-ala-webometrics/).
Perangkingan ala Webometrics dipelopori oleh Cybermetrics Lab, sebuah group penelitian dari Centro de InformaciĆ³n y DocumentaciĆ³n (CINDOC) yang merupakan bagian dari National Research Council (CSIC), Spanyol. Mereka mulai melakukan perangkingan universitas pada tahun 2004, dan mempublikasikan rangking universitas setiap enam bulan sekali (bulan Januari dan Juli). Tak heran, sekarang ini bulan Januari dan Juli menjadi bulan yang sangat dinantikan dan mendebarkan bagi para pimpinan universitas. …-)
Masih menurut Romy, indikator penilaian rangking berbasis Web ini cukup unik, meskipun sebenarnya tetap memiliki hubungan erat dengan ilmu scientometric dan bibliometric. Romy juga menilai bahwa webometrics ini adalah sebuah peluang menarik bagi universitas-universitas di negara berkembang untuk bisa menikmati rangking universitas dunia karena kuncinya adalah bagaimana universitas bisa memperbanyak konten (scientific paper) yang dibagi ke publik, diindeks di mesin pencari, dan sedikit kepintaran universitas memainkan Search Engine Optimization (SEO) untuk mengarahkan mesin pencari ke situs universitas. Kenyataannya, perguruan tinggi di Indonesia memang hanya bisa masuk di penilaian webometrics, karena indikator penilaiannya hanya sebatas ‘kehidupan’ di dunia maya….-(
Webometrics menentukan rangking universitas berdasarkan pada empat faktor utama yaitu: Visibility (V), Size (S), Rich Files (R), dan Scholar (SC). Uraian lengkap mengenai ke empat faktor ini dikutip dari situs Romy Satrio Wahono di http://romisatriawahono.net/2007/09/26/teknik-perangkingan-universitas-ala-webometrics/ :
1) Visibility (V): jumlah total tautan eksternal yang unik yang diterima dari situs lain (inlink), yang diperoleh dari Yahoo Search, Live Search dan Exalead. Untuk setiap mesin pencari, hasil-hasilnya dinormalisasi-logaritmik ke 1 untuk nilai tertinggi dan kemudian dikombinasikan untuk menghasilkan peringkat.
2) Size (S): jumlah halaman yang ditemukan dari empat mesin pencari: Google, Yahoo, Live Search dan Exalead. Untuk setiap mesin pencari, hasil pencarian dinormalisasi-logaritmik ke 1 untuk nilai tertinggi. Untuk setiap domain, hasil maksimum dan minimum tidak diikutsertakan (excluded) dan setiap institusi diberikan sebuah peringkat menurut jumlah yang dikombinasi tersebut.
3) Rich Files (R): volume file yang ada di situs Universitas dimana format file yang dinilai layak masuk di penilaian (berdasarkan uji relevansi dengan aktivitas akademis dan publikasi) adalah: Adobe Acrobat (.pdf), Adobe PostScript (.ps), Microsoft Word (.doc) dan Microsoft Powerpoint (.ppt). Data-data ini diambil menggunakan Google dan digabungkan hasil-hasilnya untuk setiap jenis berkas.
4) Scholar (Sc): Google Scholar menyediakan sejumlah tulisan-tulisan ilmiah (scientific paper) dan kutipan-kutipan (citation) dalam dunia akademik. Data Sc ini diambil dari Google Scholar yang menyajikan tulisan-tulisan ilmiah, laporan-laporan, dan tulisan akademis lainnya.
Formula penghitungan dan pembobotannya sendiri adalah seperti di bawah:
Webometrics Rank = (4xV) + (2xS) + (1xR) + (1xSc)
Pada intinya, V, S, R dan Sc adalah faktor penilai, sedangkan 4, 2, 1, 1 adalah bobot (weight) tiap faktor.
PERPUSTAKAAN: ADA URUSAN APA DENGAN RANGKING?
Sekarang timbul pertanyaan, apa urusan perpustakaan dengan rangking-rangking itu? Apa yang harus dilakukan perpustakaan untuk mendukung universitas meraih rangking tersebut?
Jika dicermati dari ke tiga jenis perangkingan yang telah disinggung di atas, ada benang merah yang dapat dijadikan sebagai indikator dimana perpustakaan memiliki peran sangat besar, yaitu yang terkait dengan dokumen karya ilmiah dan sitasi. Perhatikanlah, bahwa ke dua faktor ini muncul sebagai indikator di ketiga jenis perangkingan itu. Tentu sangat masuk akal mengingat universitas adalah lembaga pendidikan tinggi yang keseluruhan aktifitasnya sangat berkaitan dengan penelitian dan pengajaran yang menghasilkan karya-karya ilmiah dalam bentuk dokumen.
Sebagaimana dikatakan Romy, bahwa salah satu kunci menduduki rangking di webometrics adalah bagaimana universitas bisa memperbanyak konten (scientific paper) yang dibagi ke publik, diindeks di mesin pencari, dan sedikit kepintaran universitas memainkan Search Engine Optimization (SEO) untuk mengarahkan mesin pencari ke situs universitas.
Menurut penulis, memperbanyak konten (scientific paper) dan membaginya ke publik, adalah urusan perpustakaan. Karya-karya akademik disimpan di perpustakaan dan jika dikelola dengan tepat melalui pengembangan perpustakaan digital, maka konten dari universitas tersebut dapat diakses oleh publik yang pada akhirnya meningkatkan sitasi dan menaikkan rangking.
Beberapa universitas segera menyadari itu dengan mendorong perpustakaan untuk memublikasikan konten-konten yang ada di universitas, lalu mengaplikasikan teknologi yang dapat mengarahkan mesin pencari ke situs universitas. Secara teknis, hal-hal tersebut dapat dikejar dengan cepat, tapi persoalan-persoalan non teknis seringkali tidak disentuh oleh para pimpinan universitas sehingga tetap saja menghambat pencapaian rangking.
Persoalan pertama: siapa pemilik konten di universitas?
Perpustakaan menerima dan menyimpan karya-karya ilmiah atau tugas akhir sivitas akademika dalam bentuk: skripsi, tesis, disertasi, laporan penelitian, pidato pengukuhan, makalah, prosiding seminar, laporan tahunan universitas, dan koleksi lain yang merupakan koleksi universitas. Sampai sejauh mana perpustakaan boleh menyebarkan konten ini di dunia maya? Apakah semua koleksi ini otomatis menjadi milik universitas dan boleh disebarluaskan melalui internet? Apakah semua konten boleh dibuka fulteksnya ke publik?
Untuk mengatasi hal ini, universitas harus memiliki kebijakan yang jelas untuk setiap jenis koleksi. Misalnya, untuk tugas akhir, universitas harus mengeluarkan ketentuan penyerahan karya tugas akhir beserta pernyataan hak bebas royalti non-eksklusif dari penulis. Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan dokumen tersebut tanpa meminta izin dari penulis. Pernyataan ini harus mendapat persetujuan dari penulis dengan bukti tanda tangan di lembaran dokumen (tugas akhir atau laporan penelitian).
Demikian juga dengan laporan penelitian yang biasanya dilakukan oleh para staf pengajar dan peneliti. Harus ada persetujuan penyerahan hak publikasi dari para penulis, lengkap dengan hak akses (bagian mana yang bisa dipublikasikan secara fulteks, dan bagian mana yang tidak boleh dibuka fulteksnya). Beberapa fakultas atau peneliti keberatan dengan publikasi fulteks karena menyangkut kerahasiaan sebuah hasil penelitian, atau mungkin saja penelitian tersebut adalah proyek rahasia yang memang tidak bertujuan untuk dibuka ke masyarakat luas kecuali atas ijin peneliti atau penyandang dana penelitian.
Konten yang paling banyak dan bernilai juga ada pada staf pengajar dan peneliti. Karya-karya ilmiah mereka biasanya disimpan masing-masing atau di pangkalan data departemen, tidak di perpustakaan. Sementara situs yang paling familier diakses pengguna jika ingin mencari informasi adalah situs perpustakaan. Ini terbukti di Universitas Indonesia, dimana jumlah akses ke situs Perpustakaan UI lebih banyak daripada jumlah akses ke situs Universitas Indonesia. Artinya apa? Kalau universitas mau ’menarik’ pengguna mengakses konten-konten yang ada di universitas tersebut maka konten tersebut sebaiknya ada di perpustakaan, minimal di link ke situs perpustakaan. Betul, jika pengguna mengakses dari search engine (Google misalnya), maka tak peduli konten diletakkan dimana, tetap saja bisa diakses. Namun meletakkan konten di perpustakaan (entah dalam bentuk fisik atau metadata) akan lebih memudahkan dalam mengelola metadata dan pengembangan sistem perpustakaan digital universitas tersebut.
Persoalan kedua: bagaimana kebijakan tugas akhir atau karya akademik?
Perkembangan teknologi memaksa individu atau lembaga untuk terus merevisi kebijakannya sesuai dengan tuntutan jaman. Di tahun sembilan puluhan, perpustakaan setia menerima tugas akhir mahasiswa dan karya-karya akademik staf pengajar dalam bentuk tercetak. Tapi sekarang ini, perpustakaan harus mengubah kebiasaan tersebut kalau tidak mau repot. Masalahnya, ini erat kaitannya dengan ketentuan pihak akademik yang mengeluarkan kebijakan pengumpulan tugas akhir. Kalau dulu perpustakaan adalah pihak yang menerima saja atau tanpa merasakan dampak kebijakan akademik, sekarang harus ikut berinisiatif memberi masukan ke pihak akademik mengenai pengumpulan tugas akhir ini.
Perpustakaan bahkan harus dapat memberikan panduan-panduan teknis serta format yang standar untuk penulisn tugas akhir mahasiswa. Misalnya bentuk file (apakah dalam word atau pdf), susunan file (apakah semua bab digabung dalam satu file atau dipecah-pecah), pengiriman (apakah pakai CD atau boleh dikirim melalui email). Prosedur dan ketentuan ini harus dipertimbangkan dengan matang sesuai dengan proses yang dilakukan perpustakaan disaat memublikasikan konten.
Persoalan ketiga: siapa tim perangkingan di universitas?
Hebohnya perangkingan membuat perguruan tinggi membentuk tim pencapai rangking dengan beragam sebutan. Tim ARWU, tim THES, tim Webometrcs. Nama tim dibuat sesuai dengan jenis perangkingan yang menjadi target. Tim-tim ini umumnya terdiri dari pemilik konten (staf pengajar, peneliti) dan pengembang sistem di universitas tersebut. Pustakawan sering tidak dilibatkan sama sekali, tapi ketika rangking tidak juga naik, perpustakaan lah yang pertama disalahkan: kontennya kurang atau tidak memublikasikan konten!
Akses ke situs universitas akan meningkat jika konten yang disediakan universitas tersebut juga meningkat. Di beberapa universitas, peningkatan konten dilakukan dengan sangat emosional, antara lain: memaksa semua sivitas akademika membuat blog dengan domain lembaga dan mengisi blog-blog tersebut dengan banyak tulisan. Pemaksaan ini sebetulnya tidak efektif apalagi mendidik. Bayangkan jika semua sivitas akademika mengisi blog mereka dengan tulisan-tulisan yang tidak jelas topik dan arahnya. Bukankah ini justru menimbulkan citra buruk bagi lembaga tersebut? Kontennya banyak, tapi isinya tidak bermutu….-(
PUSTAKAWAN: APA YANG HARUS DILAKUKAN?
Mengacu kepada berbagai permasalahan yang ada berkaitan dengan rangking universitas, ada beberapa hal yang dapat (atau ’harus’) dilakukan oleh pustakawan supaya tidak menjadi pihak atau unit yang selalu dipersalahkan.
Pahami sistem perangkingan. Pelajari dengan cermat bagaimana sistem perangkingan dilakukan, apa saja faktor yang dinilai, bagaimana rumusnya, dan kapan periode penilaian dipublikasikan. Ketahui pula, universitas atau lembaga Anda bisa tercover di penilaian apa? Apakah di ARWU, THES, atau Webometrics. Pemahaman ini akan membantu pustakawan menyusun strategi atau langkah-langkah yang tepat untuk membantu universitas menaikkan rangking.
Tentukan posisi. Setelah mempelajari sistem perangkingan, tentunya pustakawan paham posisi atau perannya dalam mendukung lembaga mencapai rangking yang bagus. Misalnya: mengumpulkan konten sebanyak-banyaknya, mendigitalisasikan koleksi, mengolah dan mengedit metadata, dan seterusnya.
Berkomunikasilah. Jalin komunikasi yang intensif dengan tim rangking di universitas, khususnya para pengambil kebijakan. Sampaikan hal-hal yang harus ditempuh, misalnya: pentingnya pedoman penyerahan tugas akhir secara terintegrasi dengan format standar sesuai dengan kebutuhan; perlunya kebijakan tertulis dari pimpinan universitas untuk para staf pengajar supaya menyerahkan soft copy paper mereka ke perpustakaan untuk diolah dan dipublikasikan perpustakaan setelah mendapat persetujuan tertulis dari penulis. Belajar juga dari pustakawan yang universitasnya mendapatkan rangking tinggi. Kumpulkan pengalaman-pengalaman terbaik mereka, dan bandingkan dengan kondisi di universitas Anda. Pasti ada hal-hal yang dapat diadopsi di lembaga masing-masing.
Ke tiga hal di atas harus dilakukan pustakawan kalau mau benar-benar terlibat sebagai sebuah unit yang menentukan masa depan lembaga. Tidak hanya dalam kasus rangking universitas, tapi dalam setiap kegiatan di lembaga, ada baiknya pustakawan terus melakukan berbagai strategi untuk melibatkan diri dalam setiap proses yang terjadi di lembaganya.
PENUTUP
Secara pribadi penulis menganggap bahwa perangkingan universitas dengan berbagai model tentulah tidak ada salahnya. Tapi kalau dipikir lebih mendalam, sistem rangking ini benar-benar menyita energi para pimpinan universitas dan jajarannya, padahal penilaian tersebut sebetulnya tidak mencerminkan kualitas pendidikan di universitas tersebut.
Perangkingan webometrics misalnya, yang semata-mata mengandalkan penilaian pada ’kehidupan’ lembaga di dunia maya. Coba bayangkan, apakah jumlah akses ke situs universitas ekuivalen dengan tingginya mutu universitas tersebut? Tidak! Herannya, tidak ada pimpinan universitas di Indonesia yang berani mengatakan: ”Persetan dengan rangking-rangking itu! Kami hanya ingin fokus ke proses pembelajaran, bukan pada angka-angka yang mengakses situs kami.!” Para pimpinan universitas malah seperti kebakaran jenggot setiap kali hasil rangking diumumkan dan rangking lembaga yang dipimpinnya tidak juga beranjak ke level yang lebih baik.
Perpustakaan tentu harus mengacu ke visi universitasnya. Apa yang menjadi tujuan universitas, otomatis menjadi acuan perpustakaan. Memahami sistem perangkingan dan menempatkan diri pada posisi yang tepat akan membantu perpustakaan menunjukkan diri sebagai unit yang harus selalu dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan di universitas. Dan untuk itu, pustakawan harus berjuang, walau dengan ngos-ngosan….-)
********
DAFTAR PUSTAKA
Academic Rangking of World University. http://www.arwu.org/aboutARWU.jsp (diakses tanggal 28 April 2010.)
http://ed.sjtu.edu.cn/rank/2006/ARWU2006Resources.htm
http://isihighlycited.com
http://www.isiknowledge.com
Romy Satrio Wahono. 2007. Teknik Perangkingan Universitas ala Webometriccs. http://romisatriawahono.net/2007/09/26/teknik-perangkingan-universitas-ala-webometrics (diakses tanggal 24 April 2010).
Times Higher Education. World University Rangking. http://www.timeshighereducation.co.uk (diakses tanggal 22 Februari 2010)
—————————————–
Oleh: Kalarensi Naibaho (Pustakawan UI)
*) dimuat di Visi Pustaka Vol.12 No. 1 April 2010, ISSN: 1411-2256 terbitan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

Artikel ini diambil dari sumber : Blog.uii.ac.id


Daftar Perguruan Tinggi Terbaik di Indonesia dan Dunia 2012


(JAKARTA) – Ada banyak lembaga yang memiliki kompetensi membuat daftar perguruan tinggi terbaik. Cara mereka menilai tentu memiliki kesamaan, tetapi juga ada perbedaannya.
Tak heran, seringkali terdapat perbedaan antar lembaga pemeringkat dalam menyusun daftar perguruan tinggi terbaik, di dunia maupun di Indonesia.
Salah satu lembaga pemeringkat tersebut, yakni Webometrics. Uniknya, lembaga ini melakukan pemeringkatan kampus di dunia berdasarkan parameter digital. Misalnya, volume konten global yang terindeks di Google, dan lainnya.
Dari Indonesia, jumlah perguruan tinggi yang masuk pemeringkatan ini adalah 361 untuk edisi Juli 2012. Sebelumnya, di Januari 2012, hanya 352 perguruan tinggi.
Berikut 10 besar perguruan tinggi asal Indonesia yang meraih skor terbaik di Webometrics:
  1. Universitas Gadjah Mada (Peringkat Dunia: 379; Peringkat ASEAN: 9)
  2. Universitas Indonesia (507; 15 )
  3. Institut Teknologi Bandung (568; 18)
  4. Institut Teknologi Sepuluh November (582; 19)
  5. Universitas Pendidikan Indonesia (630; 22)
  6. Universitas Gunadarma (740; 24)
  7. Institut Pertanian Bogor (764; 25)
  8. Universitas Brawijaya (837; 29)
  9. Universitas Sebelas Maret (883; 30)
  10. Universitas Diponegoro (948; 32)
Dari 10 perguruan tinggi peringkat tertinggi di Indonesia itu, hanya Universitas Gunadarma yang merupakan perguruan tinggi swasta. Lainnya kampus negeri yang cukup ternama.
Sedangkan peringkat sepuluh besar dunia, terdiri atas:
  1. Harvard University
  2. Massachusetts Institute of Technology
  3. Stanford University
  4. University of California Berkeley
  5. Cornell University
  6. University of Minnesota
  7. University of Pennsylvania
  8. University of Wisconsin Madison
  9. University of Illinois Urbana Champaign
  10. Michigan State University
Berikut kriteria yang digunakan Webometrics dalam melakukan pemeringkatannya:
  • PRESENCE (Bobot: 20%), yaitu volume konten global yang terindeks Google
  • IMPACT (50%), yaitu kualitas konten yang diukur dengan tautan eksternal dari pihak ketiga dengan data visibility-nya menggunakan dua mesin pencari yaitu Majestic SEO dan Ahrefs.
  • OPENNESS (15%), yaitu jumlah rich file (pdf, doc, docs, dan ppt) yang terindeks di google scholar
  • EXCELLENCE (15%), yaitu karya akademik yang dipublikasikan di jurnal international yang tergolong high-impact dengan sumber datanya diambil dari Scimago.  Sumber dari: iposnews.


Lembaga Pemeringkat Perguruan Tinggi, Universitas, Politeknik Kelas Dunia untuk Seluruh Dunia


Banyak lembaga yang memeringkat Perguruan Tinggi, Universitas, Politeknik  Kelas Dunia untuk Seluruh Dunia. Namun dari semua itu ada yang berkualitas ada yang kurang berkualitas. Berikut ini kami berikan sebagai dari lembaga atau badan di dunia yang memberikan daftar atau merilist daftar perguruan tinggi.
1.       lembaga pemeringkat universitas internasional (Quacquarelli Symonds (QS) - World University Ranking)
2.       Webometrics, sebuah lembaga pemeringkat Perguruan Tinggi (PT) dunia yang berkedudukan di Spanyol.
3.       lembaga pemeringkat perguruan tinggi internasional 4ICU (4 International College & University).
4.       Times Higher Education, lembaga pemeringkat, secara tidak langsung membuat perguruan tinggi lebih percaya diri.
5.       Academic Ranking of World Universities (ARWU) yang dikompilasi oleh Universitas Jiao Tong Shanghai adalah peringkat dari sebuah institusi Pendidikan Tinggi atau lembaga pendidikan tinggi menurut rumusan bobot peringkat. Pembuatan peringkatan ini telah dilaksanakan sejak tahun 2003.

Untuk keterangan lebih detai dapat baca di sini.


Jumat, 25 Mei 2012

Kepmendiknas Tahun 2002 no 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Perguruan Tinggi

KEPUTUSAN 
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 045/U/2002

TENTANG KURIKULUM INTI PENDIDIKAN TINGGI


MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL

Menimbang :
a. bahwa kurikulum yang berlaku secara nasional untuk setiap program
   studi merupakan rambu-rambu untuk menjamin mutu dan kemampuan 
   sesuai dengan program studi yang ditempuh;
b. bahwa Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian
   Hasil Belajar Mahasiswa telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri
   Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2000;
c. bahwa sebagai pelaksana ketentuan pasal 13 ayat (1) Peraturan
   Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi dan 
   ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan  b perlu menambah
   rambu-rambu penyusunan kurikulum inti sebagaimana diatur dalam
   Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2000;
   
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
   (Lembaran Negara Nomor 1989 Nomor 6 Tambahan Lembaran Negara Nomor 
   3390);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi
   (Lembaran Negara Nomor 1999 Nomor 115 Tambahan Lembaran Negara 
   Nomor 3859);
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228/M Tahun 2001
   mengenai Pembentukan Kabinet Gotong Royong;
4. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2000 tentang 
   Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil 
   Belajar Mahasiswa;
   
MEMUTUSKAN

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TENTANG KURIKULUM INTI PENDIDIKAN
TINGGI

Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan Kompetensi adalah seperangkat
tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai
syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-
tugas di bidang pekerjaan tertentu.

Pasal 2

(1) Kompetensi hasil didik suatu program studi terdiri atas :
    a. kompetensi utama;
    b. kompetensi pendukung;
    c. kompetensi lain yang bersifat khusus dan gayut dengan kompetensi
       utama.
(2) Elemen-elemen kompetensi terdiri atas :
    a. landasan kepribadian;
    b. penguasaan ilmu dan keterampilan;
    c. kemampuan berkarya;
    d. sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian 
       berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai;
    e. pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan 
       pilihan keahlian dalam berkarya.
       
Pasal 3

(1) Kurikulum inti merupakan penciri dari kompetensi utama.
(2) Kurikulum inti suatu program studi bersifat :
    a. dasar untuk mencapai kompetensi lulusan;
    b. acuan baku minimal mutu penyelenggaraan program studi;
    c. berlaku secara nasional dan internasional;
    d. lentur dan akomodatif terhadap perubahan yang sangat cepat
       di masa datang;
    e. kesepakatan bersama antara kalangan perguruan tinggi, masyarakat
       profesi, dan pengguna lulusan.
(3) Kompetensi pendukung, dan kompetensi lain yang bersifat khusus dan
    gayut dengan kompetensi utama suatu program studi ditetapkan oleh
    institusi penyelenggara program studi.
    
Pasal 4

(1) Kurikulum inti suatu program studi berisikan keterangan/penjelasan
    mengenai :
    a. nama program studi;
    b. ciri khas kompetensi utama sebagai pembeda antara program studi
       satu dengan lainnya;
    c. fasilitas utama yang diperlukan untuk penyelenggaraan program
       studi;
    d. persyaratan akademis dosen;
    e. substansi kajian kompetensi utama yang dikelompokkan menurut
       elemen kompetensi;
    f. proses belajar mengajar dan bahan kajian untuk mencapai elemen-
       elemen kompetensi;
    g. sistem evaluasi berdasarkan kompetensi;
    h. kelompok masyarakat pemrakarsa kurikulum inti.
(2) Ciri khas kompetensi utama lulusan sebagai pembeda antara program
    studi satu dengan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 
    huruf b, harus ditinjau dari gatra :
    a. nilai penting dalam membentuk kehidupan yang berkebudayaan;
    b. keterkaitan komplementer-sinergis di antara berbagai kompetensi
       utama lainnya.
       
Pasal 5

Perbandingan beban ekivalen dalam bentuk satuan kredit semester antara
kompetensi utama dengan kompetensi pendukung serta kompetensi lain di
dalam kurikulum berkisar antara 40-80% : 20-40% : 0-30%.

Pasal 6

(1) Penyusunan kurikulum inti untuk setiap program studi pada program
    sarjana, program Pascasarjana, dan program diploma berpedoman pada
    Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2000 tentang 
    Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil 
    Belajar Mahasiswa dan ketentuan yang diatur dalam Keputusan ini.
(2) Menteri Pendidikan Nasional tidak menetapkan kurikulum inti untuk
    setiap program studi sebagaimana yang diatur pada pasal 11 ayat (1)
    Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2000, dan 
    selanjutnya ditetapkan oleh kalangan perguruan tinggi bersama 
    masyarakat profesi dan pengguna lulusan.
    
Pasal 7

Dengan berlakunya Keputusan ini, kurikulum inti yang berlaku secara
nasional untuk setiap program studi pada program sarjana, program 
Pascasarjana, dan program diploma yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan/Menteri Pendidikan Nasional masih
tetap berlaku sampai dengan ditetapkannya kurikulum inti oleh kalangan
perguruan tinggi bersama masyarakat profesi dan pengguna lulusan.

Pasal 8

Keputusan ini berlaku pada tanggal ditetapkan.


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 April 2002

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
TTD
A. MALIK FADJAR


Rabu, 28 Desember 2011

Kepmendiknas tahun 2001 no 178/U/2001 tentang Gelar Lulusan PT

SALINAN
KEPUTUSAN
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 178/U/2001
TENTANG 
GELAR DAN LULUSAN PERGURUAN TINGGI 


MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
Menimbang  : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Bab VII Peraturan Pemerintah
             Nomor 60 tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi, dipandang perlu 
             mengatur penetapan jenis gelar dan sebutan sesuai dengan kelom-
             pok bidang ilmu;

Mengingat  : 1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 (Lembaran Negara Tahun 1989 
                Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390);
             2. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan 
                Tinggi ( Lembaran Negara Nomor 3859);
             3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 177 Tahun 2000 ten-
                tang Susunan Organisasi dan Tugas Departemen, sebagaimana telah
                diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia 
                Nomor 82 Tahun 2001;
             4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228/M Tahun 2001
                Mengenai Pembentukan Kabinet Gotong Royong;
             5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2001 ten-
                tang Kedudukan Tugas, Fungsi, Kedudukan Tugas, Fungsi, Kewenang-
                an, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen;
                                      
MEMUTUSKAN :

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TENTANG GELAR DAN SEBUTAN 
             LULUSAN PERGURUAN TINGGI.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :
 1. Gelar akademik adalah gelar yang diberikan kepada lulusan perguruan tinggi
    yang menyelenggarakan pendidikan akademik.
 2.  Sebutan profesional adalah sebutan yang diberikan kepada lulusan perguruan
    tinggi yang menyelenggarakan pendidikan profesional.
 3. Pendidikan akademik adalah pendidikan yang diarahkan terutama pada penguasan
    ilmu pengetahuan dan pengetahuan.
 4. Pendidikan dan profesional adalah pendidikan yang diarahkan terutama pada 
    kesiapan penerapan keahlian tertentu.
 5. Program studi adalah merupakan pedoman penyelenggaraan pendidikan akademik
    dan/atau profesioal yang diselenggarakan atas dasar kurikulum yang disusun
    oleh perguruan tinggi.
 6. Menteri adalah Menteri Pendidikan Nasional.
 7. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi.

Pasal 2
(1) Penetapan jenis gelar akademik dan sebutan profesional didasarkan atas 
    bidang keahlian.
(2) Bidang keahlian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk gelar akademik 
    merupakan program studi.
(3) Bidang keahlian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk sebutan profesi-
    onal merupakan program studi.

Pasal 3
(1) Gelar akademik dan sebutan profesional yang diberikan kepada lulusan pergu-
    ruan tinggi dicantumkan dalam ijazah.
(2) Dalam ijazah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dicantumkan pula nama 
    program studi yang bersangkutan secara lengkap.


BAB II
GELAR AKADEMIK DAN SEBUTAN PROFESIONAL
                                   
Pasal 4

(1) Yang berhak menggunakan gelar akademik adalah lulusan pendidikan akademik
    dari Sekolah Tinggi, Institut atau Universitas.
(2) Yang berhak menggunakan sebutan profesional adalah lulusan pendidikan 
    profesional dari Akademi, Politeknik, Sekolah Tinggi, Institut atau Univer-
    sitas.

Pasal 5
(1) Yang berhak memberikan gelar akademik adalah Sekolah Tinggi, Institut atau 
    Universitas yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan perundang-
    undangan yang berlaku.
(2) Yang berhak memberikan sebutan profesional adalah Akademi, Politeknik, 
    Sekolah Tinggi, Institut atau Universitas. 


BAB III
JENIS GELAR AKADEMIK

Pasal 6
Gelar akademik terdiri atas Sarjana, Magister dan Doktor.

Pasal 7
Penggunaan gelar akademik Sarjana dan Magister ditempatkan di belakang nama yang
berhak atas gelar yang bersangkutan dengan mencantumkan huruf S., untuk Sarjana
dan huruf M. untuk Magister disertai singkatan nama kelompok bidang keahlian.

Pasal 8
Penetapan jenis gelar dan sebutan serta singkatannya sesuai dengan kelompok bi-
dang ilmu dilakukan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi bersamaan dengan
pemberian ijin pembukaan program studi berdasarkan usul dari perguruan tinggi
yang bersangkutan sesuai dengna norma dan kepatutan akademik.

Pasal 9
Gelar akademik Doktor disingkat Dr. ditempatkan di depan nama yang berhak atas
gelar yang bersangkutan.


BAB IV
JENIS SEBUTAN PROFESIONAL

Pasal 10
Penggunaan sebutan profesional dalam bentuk singkatan ditempatkan di belakang
nama yang berhak atas sebutan profesional yang bersangkutan.

Pasal 11
(1) Sebutan profesional lulusan Program Diploma terdiri atas :
    a. Ahli Pratama untuk Program Diploma I disingkat A.P.
    b. Ahli Muda untuk Program Diploma II disingkat A.Ma.
    c. Ahli Madya untuk Program Diploma III disingkat A.Md.
    d. Sarjana Sains Terapan untuk Program Diploma IV disingkat SST
(2) Singkatan sebutan profesional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditempat-
    kan di belakang nama yang berhak atas sebutan tersebut.


BAB V
PENGGUNAAN GELAR AKADEMIK
DAN SEBUTAN PROFESIONAL

Pasal 12
(1) Gelar akademik dan sebutan profesional yang digunakan oleh yang berhak 
    menerima adalah satu gelar akademik dan/atau sebutan profesional jenjang
    tertinggi yang dimiliki oleh yang berhak.
(2) Gelar akademik dan sebutan profesional hanya digunakan atau dicantumkan
    pada dokumen resmi yang berkaitan dengan kegiatan akademik dan pekerjaan.


BAB VI
SYARAT PEMBERIAN GELAR AKADEMIK 
DAN SEBUTAN PROFESIONAL

Pasal 13
Syarat pemberian gelar akademik dan sebutan profesional adalah :
1. Telah menyelesaikan semua kewajiban dan/atau tugas yang dibebankan dalam 
   mengikuti suatu program studi baik untuk pendidikan akademik maupun pendidik-
   an profesional sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Telah menyelesaikan kewajiban administrasi dan keuangan berkenaan dengan 
   program studi yang diikuti sesuai ketentuan yang berlaku.
3. Telah dinyatakan lulus dari perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidik-
   an akademik dan/atau profesional.


BAB VII
GELAR DOKTOR KEHORMATAN

Pasal 14
Gelar Doktor Kehormatan (Doktor Honoris Causa) dapat diberikan kepada seseorang
yang telah berjasa luar biasa bagi ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, 
kemasyarakatan dan/atau kemanusiaan. 

Pasal 15
(1) Syarat bagi calon penerima gelar Doktor kehormatan adalah :
    1. memiliki gelar akademik sekurang-kurangnya Sarjana.
    2. berjasa luar biasa dalam pengembangan suatu disiplin ilmu pengetahuan, 
       teknologi, kebudayaan, kemasyarakatan dan/atau kemanusiaan.
(2) Syarat perguruan tinggi yang dapat memberikan gelar Doktor Kehormatan adalah
    universitas dan institut yang memiliki wewenang menyelenggarakan Program
    Pendidikan Doktor sesuai ketentuan yang berlaku.

Pasal 16
(1) Pemberian gelar Doktor Kehormatan dapat diusulkan oleh senat fakultas dan
    dikukuhkan oleh senat universitas/institut yang dimiliki wewenang.
(2) Pemberian gelar Doktor Kehormatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilak-
    sanakan sesuai dengan tatacara yang berlaku di universitas/institut yang 
    bersangkutan.
(3) Pemberian gelar Doktor Kehormatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dila-
    porkan oleh Rektor kepada Menteri dengan disertai pertimbangan lengkap atas
    karya atau jasa yang bersangkutan.

Pasal 17
Gelar Doktor kehormatan, disingkat Dr (H.C) ditempatkan di depan nama penerima
hak atas gelar tersebut dan hanya digunakan atau dicantumkan pada dokumen resmi
yang berkaitan dengan kegiatan akademik dan pekerjaan.



BAB VIII
KETENTUAN LAIN

Pasal 18
Perguruan tinggi yang tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan per-
aturan perundang-undangan yang berlaku tidak dibenarkan memberikan gelar 
akademik, sebutan profesional dan/atau gelar doktor kehormatan.

Pasal 19

(1) Gelar akademik dan/atau sebutan profesional yang diperoleh secara sah tidak
    dapat dicabut atau ditiadakan oleh siapapun.

(2) Keabsahan perolehan gelar akademik dan/atau sebutan profesional sebagaimana
    dimaksud dalam ayat (1) dapat ditinjau kembali karena alasan akademik.

(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur oleh 
    Direktur Jenderal.

Pasal 20 

Penggunaan gelar akademik dan / atau sebutan profesional yang tidak sesuai dengan
Keputusan ini dikarenakan ancaman dipidana seperti dimaksud dalam Pasal 55 dan
Pasal 56 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Pasal 21

(1) Gelar akademik dan sebutan profesional yang diberikan oleh perguruan tinggi
    di luar negeri digunakan sesuai pola dan cara pemakaian yang berlaku di 
    negara yang bersangkutan dan tidak dibenarkan untuk disesuaikan dan/atau 
    diterjemahkan menjadi gelar akademik dan/atau sebutan profesional sebagaimana
    diatur dalam Keputusan ini.

(2) Gelar akademik dan sebutan profesional yang diberikan oleh perguruan tinggi
    di luar negeri perlu pengesahan dari Departemen Pendidikan Nasional.

(3) Gelar akademik dan sebutan profesional lulusan perguruan tinggi di Indonesia
    tidak dibenarkan untuk  disesuaikan dan/atau diterjemahkan menjadi gelar 
    akademik dan/atau diterjemahkan menjadi gelar akademik dan/atau sebutan 
    profesional yang diberikan oleh perguruan tinggi di luar negeri;

Pasal 22

Sebutan profesional yang dapat diberikan oleh perguruan tinggi di lingkungan
Departemen Pertahanan ditetapkan dalam ketentuan tersendiri.


BAB  IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 23

(1) Gelar akademik dan sebutan profesional seperti diatur dalam keputusan ini 
    berlaku sejak ditetapkan.

(2) Gelar akademik dan sebutan profesional yang diberikan oleh perguruan tinggi
    di dalam negeri sebelum Keputusan ini berlaku dapat tetap dipakai sebagaimana
    adanya.

Pasal 24

Dengan berlakunya Keputusan ini, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 
Nomor 036/U/1993 tentang Gelar dan Sebutan Lulusan Perguruan Tinggi dinyatakan
tidak berlaku.

Pasal 25

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 November 2001

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
TTD
A.MALIK FAJAR


Kamis, 04 Agustus 2011

Daftar PTN PTS di Medan, Sumatera Utara

Kota Medan memiliki wilayah yang ramai secara ekonomi dan pendidikan. Pendidikan Tinggi dan universitas maupun politeknik yang ada di Medan khusunya dan sumatera Utara umumnya telah memiliki kualitas dan kemampuan meluluskan mahasiswa yang baik. Kota Medan layak dan bagus untuk menjadi pilihan bagi calon mahasiswa baru  dalam melanjutkan kuliah.

Jika mau yang lengkap dengan alamatnya Download
Di daerah Medan, Sumatera Utara terdapat total 53 PTN PTS yang 3 PTN dan 50 PTS diantaranya sebagai berikut:
No. NPSN Nama
1 10215346 POLITEKNIK NEGERI MEDAN
2 10215418 UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
3 10215423 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

No. NPSN Nama
1 10215284 AKADEMI AKUNTANSI MEDAN
2 10215285 AKADEMI AKUNTANSI YPK
3 10215286 AKADEMI FARMASI INDAH DELI SERDANG
4 10215287 AKADEMI INFORMATIKA DAN KOMPUTER MEDICOM
5 10215288 AKADEMI KEBIDANAN BAKTI INANG PERSADA

Sumber: http://dapodik.org


Daftar PTN PTS di Banda, Aceh

Daerah Aceh  atau yang lebih dikenal dengan serambi Mekah  punya daya tarik yang khas. Dari hasil budaya yaitu tari Saman sampai  sumber daya alam yang melimpah contoh minyak bumi yang dikelola oleh Exxon Mobil. Dari budaya masyarakat dapat dilihat bagaimana kualitas sumberdaya manusia di Aceh. Sehingga perguruan tinggi atau akademi di Aceh sudah berkualitas dan bermutu. Lulusan SMK, SM, dam MA dapat melanjutkan belajar di Aceh dengan beerbgai pilihan jurusan.

Jika mau yang lengkap dengan alamatnya Download
Di daerah Banda, Aceh terdapat total 31 PTN PTS yang 1 PTN dan 32 PTS diantaranya sebagai berikut:
No. NPSN Nama
1 10107569 UNIVERSITAS SYIAH KUALA

No. NPSN Nama
1 10107536 AKADEMI KEBIDANAN SALEHA
2 10107537 AKADEMI KEPERAWATAN TEUNGKU FAKINAH BANDA ACEH
3 10107538 AKADEMI KEUANGAN PERBANKAN NUSANTARA
4 10107539 AKADEMI MARITIM ACEH DARUSSALAM
5 10107540 AKADEMI MARITIM NUSANTARA MALAHAYATI
6 10107541 AKADEMI PARIWISATA MUHAMMADIYAH BANDA ACEH

Sumber: http://dapodik.org


Twitter Delicious Digg Favorites More